DPRA Akan Melakukan Peninjauan terhadap Empat Pulau yang Diduga Masuk Wilayah Sumatera Utara

Banda Aceh - Sudutsuara.com | Kontroversi mengenai perpindahan administrasi empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara kembali menimbulkan respons keras dari berbagai pihak. Kali ini, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyatakan sikap tegas dan berencana mengambil langkah konkret dengan melakukan peninjauan langsung ke lokasi empat pulau yang menjadi pokok permasalahan serta menelaah proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan pemerintah pusat.
Wakil Ketua II DPRA, Ali Basrah, menuturkan kepada wartawan pada Kamis, 12 Juni 2025, bahwa pihaknya akan segera turun ke lapangan. Ia menekankan pentingnya melakukan evaluasi atas keputusan Kementerian Dalam Negeri terkait alih administrasi tersebut. "Keputusan Mendagri itu akan kita evaluasi. Kita ingin tahu, apakah keputusan ini melalui pertemuan formal antara Pemerintah Aceh dan Sumut yang difasilitasi Kemendagri, jangan sampai Aceh hanya diberi tahu setelah semuanya ditetapkan," jelas Ali.
Empat pulau yang dipermasalahkan, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang, sebelumnya berada dalam administrasi Kabupaten Aceh Singkil. Namun, melalui Surat Keputusan Kemendagri Nomor 300.2.2-2138, keempat wilayah tersebut kini tercatat sebagai bagian dari Sumatera Utara.
Sebagai langkah awal, DPRA akan mengumpulkan seluruh dokumen administratif yang dimiliki Pemerintah Aceh untuk menelusuri sejauh mana pemerintah daerah terlibat dalam proses perubahan status wilayah itu. Ali menegaskan, "Kita akan melihat langsung. Apakah ada konsultasi. Apakah ada partisipasi formal, ini menyangkut kehormatan Aceh sebagai daerah yang punya kekhususan."
Walaupun tim khusus dari DPRA belum secara resmi dibentuk, koordinasi awal disebut telah berjalan. Dalam waktu dekat, dijadwalkan akan ada pertemuan yang melibatkan berbagai lembaga, antara lain DPR RI, DPD, Bupati dan DPRK Aceh Singkil, serta pemangku kepentingan terkait lainnya.
Ali menambahkan, proses kajian akan dilakukan secara menyeluruh berdasarkan dokumen dan bukti hukum yang tersedia. Ia memandang pertemuan lintas lembaga yang akan digelar merupakan wadah awal untuk menemukan solusi yang adil. "Pertemuan ini menjadi ruang awal, menjadi jembatan untuk solusi yang adil. Kalau bisa diselesaikan lewat komunikasi, kenapa tidak," ujarnya.
Lebih jauh, Ali menilai bahwa persoalan ini bukan hanya berkaitan dengan batas administrasi semata, tetapi juga menyangkut martabat daerah, kedaulatan administratif, serta keadilan antarwilayah. Sebagai wilayah yang memiliki status otonomi khusus, Aceh dinilai mempunyai pijakan hukum tersendiri dalam urusan perbatasan dan kebijakan wilayah. DPRA dengan tegas menyatakan tidak akan membiarkan apabila keputusan pemerintah pusat bersifat sepihak dan berpotensi menyinggung rasa keadilan masyarakat Aceh.
Posting Komentar